[Perjalanan ke Jawa] Mengalir bersama (Buku) Air

// // Leave a Comment

(18 – 25 Desember 2013)


Buku Air 


Menghasilkan sebuah buku adalah suatu wujud pencapaian seseorang dalam menuangkan ide di kepalanya ke dalam suatu media. Tulisan. Satu tingkat di atas sekedar bicara. Namun ketika buku telah hadir, muncul kemudian sosok yang tidak kalah penting, yaitu kehadiran pembaca.  Buku adalah ibarat proposal, penawaran dari si penulis untuk pembaca. Karena berisi pengetahuan, ide-ide, dan bahkan ajakan, buku menjadi suatu alat yang menjembatani kedua pihak itu. Apakah si pembaca akan menerima atau menolak proposal tersebut, terserah pembaca.

Meskipun demikian, dalam masyarakat kita yang masih kurang kebiasaan membaca, buku yang tidak dianggap populer akan sedikit menarik minat pembaca. Ibarat proposal dengan judul yang dianggap tidak menarik. Lalu bagaimana caranya agar proposal yang dianggap tidak menarik itu dapat mengetuk hati sang pemilik keputusan? Kita butuh audiensi. Ketemuan langsung, tatap muka, diskusi. Dan itulah yang Rita Mustikasari lakukan. (Follow Rita @ritamustikasari)

Penulis buku air ini telah melakukan audiensi dengan sejumlah calon-calon pembacanya, berinteraksi langsung dengan mereka, berbagi pengetahuan dan juga ide-ide di kepala. Jawa bagian tengah menjadi pilihan untuk pertemuan itu, tepatnya di Banyumas dan Yogyakarta. Pada awalnya akan diadakan juga pertemuan di Semarang, namun karena ada suatu halangan rencana itu terpaksa dibatalkan.

Lalu apa sebenarnya Buku Air yang telah ditulis Rita? Judul buku ini adalah “Kelembagaan Air di Indonesia: Sebuah Panduan Untuk Pengguna Air”. Buku ini adalah semacam panduan atau ensiklopedia tentang kelembagaan air di Indonesia.  Jika anda tertarik dengan air, maka mungkin buku ini bisa berjodoh dengan anda. Buku ini dapat dibaca online FREE di SINI.

Pangebatan dan Yogyakarta

Peserta membaca buku air
di Pangebatan
Lokasi pertama yaitu di Desa Pangebatan, Kecamatan Karang Lewas , Kabupaten Banyumas. Di sini Rita bertemu dengan para petani, praktisi air yang sebagian besar juga merangkap sebagai pamong desa, ketua P3A, dan ketua kelompok pemuda. Berbicara tentang air dengan petani ternyata menjadi tantangan tersendiri, berbeda dengan diskusi kampus ala akademisi. Hampir semua petani mengutarakan masalahnya masing-masing. Masalah yang tak sama tapi serupa. Semua ingin masalahnya terselesaikan. Sepertinya ada kesalahpahaman tentang maksud dan tujuannya. Petani mengira Rita adalah konsultan air, layaknya konsultan dari dinas PU-ahli irigasi- yang sempat kudengar di antara bisik-bisik petani yang hadir. Tapi semua berjalan dengan baik sampai selesai acara. Dan bahkan beberapa peserta yang tertarik tetap tinggal di lokasi diskusi untuk melanjutkan sesi informal bertukar pikiran dengan Rita. (Follow @DesaPangebatan)

Lokasi kedua yaitu di UIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta. Rita berdiskusi dengan para anggota Water Forum Kalijaga (WFK) yang beranggotakan mahasiswa. Para anggota WFK sudah pasti tertarik dengan isu air dan memang sedang menggeluti aktivitas itu. Diskusi ala anak sekolahan pun berlangsung. Banyak tanya jawab dan diskusi yang menarik. Semangat jiwa muda memang memberikan energi yang berbeda. Dan di sini Rita adalah sang inspiratornya. Semangat untuk menyelamatkan air, terutama sungai dapat disalurkan ke peserta yang hadir. Buku yang dibagikan pun menarik perhatian peserta. Sering terlihat di sela-sela acara mereka membolak-balik halaman buku. Dan lebih seru lagi, di akhir acara ada sesi minta tanda tangan penulis. Jika ingin berkunjung ke website WFK bisa di link http://waterforumkalijogo.wordpress.com/ .

Catatan Perjalanan

Beberapa catatan yang bisa saya sampaikan terkait kegiatan ini yaitu:

- Rencana kegiatan memang tidak bisa dibuat tunggal, harus ada rencana alternatif. Rencana A, B , dan mungkin C. Banyak terjadi hal-hal di luar rencana yang sangat mungkin terjadi di lapangan. Misalnya saja yang terjadi di Semarang, ketika contact person tiba-tiba membatalkan rencana mendadak.

- Skenario kegiatan diskusi dipersiapkan sesuai dengan pesertanya. Saya lihat misalnya di Pangebatan yang melibatkan petani. Diskusi dengan mereka membutuhkan pendekatan yang berbeda atau mungkin pengantar yang jelas agar maksud dan tujuan tidak disalah-pahami. Saya lihat kesalah-pahaman terjadi ketika Rita dianggap sebagai ahli air dalam artian ahli teknis seperti teknisi PU. Pemahaman antara peserta diskusi tidak sama sehingga mungkin pesan yang disampaikan tidak semuanya bisa diterima dengan baik.

- Dalam diskusi yang terjadi malah buku kurang terbahas. Di WFK UIN Kalijaga Yogyakarta, judul acaranya adalah bedah buku. Namun tentang buku itu sendiri kurang terlalu mendapat porsi yagn cukup untuk dibedah. Mungkin memang ada tujuannya, namun saya merasa bahwa pembahasan tentang buku juga perlu lebih banyak dilakukan. Buku yang ditulis Rita adalah jenis buku ‘minat khusus’ dalam artian tidak akan semua orang tertarik membaca buku itu. Dan ketika bertemu calon pembaca yang potensial sebaiknya tidak dilewatkan untuk menguliknya sebaik mungkin. Jika calon pembaca tertarik dan benar2 membaca buku itu maka respon balik akan lebih mudah didapat. Respon balik dari pembaca adalah hal yang baik bagi penulisan buku.

- Setelah acara diskusi harus dijaga komunikasi berkelanjutan. Sangat baik ketika Rita dan juga saya sendiri diundang untuk bergabung di forum facebook WFK. Melalui forum tersebut kita dapat berbagi informasi dan lebih penting lagi semangat dalam melakukan aktivitas masing-masing, menjaga jaringan yang telah dibentuk.

Saya rasa cukup sekian sedikit catatan dari saya tentang perjalanan satu minggu di Jawa bagian tengah akhir tahun ini. Semoga apa yang telah dilakukan menjadi bahan pelajaran dan suatu langkah maju untuk semuanya.Semoga semangat kita bersama dapat terus mengalir seperti air.

Bersama-sama Water Forum Kalijaga 
Promosi buku bersama teman-teman baru :)

 ----






0 comments:

Post a Comment