Kisah Pertama: Melinsum dan Kesan Pertama ku
Selama dua minggu aku tinggal di dusun ini. Dusun ini adalah salah satu dusun di Desa Sejahtera, Kecamatan Sukadana, Kabupaten Kayong Utara, Provinsi Kalimantan Barat. Sungguh suatu bagian perjalanan yang sangat berkesan untukku.
Rumah aku tinggal selama di Melinsum, Photo by: Haruki |
Ceritanya berawal ketika tiba-tiba saja aku bekerja sebagai intepreter dua orang mahasiswa dari Jepang yang akan penelitian di TN Gunung Palung. Ketika aku sedang terkena virus Japan Maniac dan getol-getolnya belajar bahasa Jepang, tawaran kerja itu muncul. Aku percaya kebetulan itu tidak ada, dan aku yakin ini bukan kebetulan. Yess..Pas banget, aku bisa dapat guru bahasa Jepang sambil kerja juga. Ternyata dua mahasiswa dari negeri sakura ini masih sangat muda, lebih muda dariku malah, hee, sehingga aku lebih suka menyebut mereka sebagai temanku daripada bosku. J. Meski tak sempat aku belajar bahasa Jepang dengan teman-teman baruku itu, namun yang kudapatkan malah lebih dari sekedar trip jalan-jalan di tempat baru yang belum pernah kukunjungi.
Kabupaten Kayong Utara adalah kabupaten yang baru terbentuktiga tahun lalu, 2009 dengan berbagai masalahnya yang terutama karena sebagian besar wilayah kabupaten ini merupakan wilayah Taman Nasional Gunung Palung. Konflik antara pembangunan wilayah dan areal konservasi menjadi dua hal yang selalu aku dengar. Terpikir olehku juga, ‘Kenapa daerah yang dulunya adalah Kecamatan Sukadana ini harus berdiri sendiri menjadi kabupaten baru?’ Entahlah, aku malas memikirkan urusan ini.
Salah satu lokasi penelitian teman-temanku ini adalah suatu dusun bernama Melinsum. Sebelum mendatangi tempat ini, aku sudah diberitahu kalau di daerah ini sulit air. Dan ketika pertama kali bertemu pegawai TN yang tinggal di desa yang sama bernama Mr.R, dia mengatakan bahwa memang air susah sekali, musim kemarau belum berakhir, bahkan untuk mandi saja harus ke sungai yang jaraknya hampir 4 kilometer dari rumahnya. Karena itulah akhirnya teman-temanku memilih untuk tinggal saja di Sukadana, ibu kota kabupaten yang terletak sekitar 13 km dari Melinsum, meski akhirnya juga kami hanya tinggal di sana sekitar 5 hari, hampir seminggu setelahnya kami tinggal di Melinsum. (OMG, Mister R, untill now I still can’t believe for what you said about us, I’m sorry but You really disappointed me)
Kami pun tinggal di Melinsum di rumah seorang penduduk yang sungguh sangat baik hati (aku benar-benar serius menuliskannya “baik hati”) bernama Pak Edi. Dia adalah seorang yang sangat sederhana kelihatannya, namun ketika sudah mengenalnya dia adalah seorang yang memiliki kekuatan dan cita-cita besar. Sangat yakin, suatu saat nanti Pak Edi akan menjadi ‘sesuatu’. Rumah Pak Edi adalah rumah panggung dari papan kayu berukuran tak lebih dari 5x10 meter yang sudah berumur puluhan tahun dengan beberapa papan kayu yang sudah lapuk. Jika siang hari kadang panas mentari khatulistiwa masih terasa menyengat dan di saat hujan katanya pasti bocor. Sungguh sangat sederhana. Namun kehangatan yang aku rasakan di rumah ini, sampai sekarang pun masih ada.
Rumah sederhana Bang Edi Photo by: Haruki |
Pak Edi dan keluarganya, istri yang biasa aku panggil Kakak, dan dua orang putrinya yang masih kecil: yang besar bernama Tessa baru masuk kelas 1 SMP dan adiknya ‘Indah’ masih berumur 5 tahun. Meski baru pertama kali bertemu-pun mereka semua menganggap kami adalah teman, sehingga kami pun tak segan, langsung akrab. Tidak ada fase malu-malu dalam hubungan-ku dengan keluarga ini. Bahkan di rumah kayu kecil milik Pak Edi ini, seketika menjadi seperti rumahku juga. Sungguh suatu keramah-tamahan tingkat dewa.
Tessa baru saja mulai belajar Bahasa Inggris, mungkin baru sepekan di minggu pertamanya di SMP. Tidak ada takut atau malu di dalam diri gadis kecil ini ketika kami baru berkenalan. Bahkan dengan antusias dia menghampiriku dan mengatakan ingin belajar bahasa baru itu. Bukan hanya itu saja, Tessa bahkan langsung mempraktekkannya dengan mencoba berbicara dengan dua orang teman Jepangku. Ya ampun, benar-benar hebat anak ini. Mungkin aku ketika seumuran dia, jika terjadi hal yang sama hanya akan malu-malu di ujung ruangan. Tapi Tessa, langsung mencari peluang yang ada. Great..
Bagaimana Indah? Gadis cilik ini juga tak mau kalah. Meski dia hanya malu-malu menggelendot di pangkuan Kakak, namun dia membisikkan ke ibunya “Orang Jepangnya ganteng-ganteng”. He3. Ternyata selera Indah cukup bagus juga. Memang temanku dari Jepang ini termasuk jajaran good looking enough. Mirip-mirip tampang bintang Korea yang lagi menjamur di Indonesia. Indah pun tahu itu.
Jangan ditanya pengaruh Korea di daerah ini? Benar-benar dahsyat. Semua tentang Hallyu seakan merasuk jiwa (ini versi lebay). Drama korea (Boys Before Flower) menjadi tontonan wajib tiap malam, setidaknya di rumah Pak Edi, dengan penonton setianya adalah Kakak dan Indah. Tayangan musik K-pop juga menjadi tontonan rutin juga, terutama buat Tessa, meski dia juga tak tahu arti dari lagu-lagu yang sering dia dengar. Dan kondisi itu tentu juga berlaku hampir di semua wilayah ini.
0 comments:
Post a Comment