Jika Amerika punya Salmon, maka Indonesia punya Chitra chitra sebagai maskot restorasi sungai. Benarkah?
Tulisan ini adalah salah satu jawaban dari pertanyaanku di artikel tentang Salmon (baca: Salmon, Primadona Ikan di Pacific North West).
Di tulisan sebelumnya, aku membahas tentang Ikan Salmon, yang menjadi
maskot restorasi sungai di Amerika Serikat karena masuk dalam kategori
satwa terancam punah menurut Endangered Species Act. Status Salmon
tersebut mewajibkan pemerintah dan juga warga negara untuk ikut serta
melindungi Salmon dengan salah satu caranya adalah memperbaiki tempat
hidup atau habitat Salmon, yaitu sungai.
Berangkat dari itu, aku menjadi terpikir, adakah sesuatu maskot yang bisa mendorong adanya restorasi sungai di Indonesia? Kemudian aku teringat dengan geger tahun 2011 kemarin saat ditemukannya Bulus raksasa di Sungai Ciliwung Jakarta, tepatnya di daerah Tanjung Barat (Baca berita: penemuan bulus raksasa Ciliwung). Bulus berukuran panjang hampir 1,5 meter yang memiliki nama ilmiah Chitra chitra javanensis adalah satu dari sekian banyak satwa penghuni Sungai Ciliwung yang masih bertahan sampai saat ini. Dan kemungkinan besar bulus ini bisa menjadi maskot restorasi sungai di Indonesia, khususnya di Jawa yang menjadi habitat utamanya. Inisiasi ini juga sudah dimulai oleh Komunitas Ciliwung.
Berangkat dari itu, aku menjadi terpikir, adakah sesuatu maskot yang bisa mendorong adanya restorasi sungai di Indonesia? Kemudian aku teringat dengan geger tahun 2011 kemarin saat ditemukannya Bulus raksasa di Sungai Ciliwung Jakarta, tepatnya di daerah Tanjung Barat (Baca berita: penemuan bulus raksasa Ciliwung). Bulus berukuran panjang hampir 1,5 meter yang memiliki nama ilmiah Chitra chitra javanensis adalah satu dari sekian banyak satwa penghuni Sungai Ciliwung yang masih bertahan sampai saat ini. Dan kemungkinan besar bulus ini bisa menjadi maskot restorasi sungai di Indonesia, khususnya di Jawa yang menjadi habitat utamanya. Inisiasi ini juga sudah dimulai oleh Komunitas Ciliwung.
C. chitra javanensis yang ditemukan di Ciliwung Jakarta November 2011 (img source: here) |
Chitra chitra javanensis adalah salah satu subspecies dari Chitra chitra atau nama internasionalnya adalah Asian narrow-headed softshell turtle (Kura-kura Asia dengan tempurung lunak dan dan kepala menyempit). Urutan taksonomi bulus ini adalah sebagai berikut:
Kingdom: Animalia , Phylum: Chordata, Class: Reptilia, Subclass: Anapsida, Ordo: Tertudines, Sub-Ordo: Cryotidora, Family: Trionychidae, Genus: Chitra, Species: Chitra chitra, sub-species: Chitra chitra javanensis.
Genus Chitra: (A) C indica (Bangladesh); (B) C vandijki (Myanmar); (C) C chitra chitra (Malaysia); (D) C chitra javanensis (Indonesia). (McCord et.al 2002) |
Sebaran bulus ini adalah di Pulau Jawa dan juga Sumatra bagian selatan. Bulus Chitra chitra menghuni
wilayah perairan air tawar yaitu sungai-sungai. Mereka biasanya berada
di bawah lapisan lumpur/pasir sungai. Spesies bulus ini masuk dalam
ketegori Critically Endangered menurut IUCN dan Red List Appendix II
dalam CITES. Di Indonesia sendiri dalam PP no. 7 tahun 1999 tentang
Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa, species Chitra yang dilindungi
adalah Chitra Indica atau Labi-labi Besar yang tentunya berbeda spesies dengan Chitra chitra. Aku tidak bisa menemukan adanya peraturan nasional yang melindungi C. chitra.
Sebaran C. chitra javanensis (McCord et. al 2002) |
Ancaman utama kelestarian bulus ini adalah perburuan dan juga rusaknya
habitat. Diketahui bahwa perburuan bulus ini banyak dilakukan di daerah
Pasuruan – Jawa Timur dan juga beberapa kali di Bengawan Solo – Jawa
Tengah. Sebagian besar perburuan dilakukan untuk jual-beli koleksi
reptil. Pencemaran sungai yang masih marak berlangsung saat ini juga
menjadi ancaman bagi bulus Chitra chitra yang menyukai perairan air tawar yang bersih.
Penemuan bulus raksasa C. chitra javanensis di Sungai Ciliwung menjadi bagian penting dalam upaya restorasi sungai Ciliwung yang dimotori terutama oleh jejaring Komunitas Ciliwung yang kemudian menetapkan tanggal 11 November yang bertepatan dengan penemuan bulus sebagai Hari Ciliwung. Lalu, setelah 3 tahun sejak November 2011, bagaimana perkembangan restorasi Ciliwung dan bagaimana juga nasib bulus raksasa ini?
Saat aku menulis catatan singkat ini, aku belum banyak menemukan perkembangan berarti terkait riset ilmiah tentang Chitra chitra javanensis yang juga oleh masyarakat lokal disebut Senggawangan. Setelah mencoba berselancar di dunia maya dengan kata kunci ‘Chitra chitra javanensis’, ‘senggawangan’, dan lain-lain yang sekiranya terkait dengan isu bulus raksasa, namun hasilnya tidak terlalu banyak. Menurutku sudah sewajarnya jika hewan langka bahkan dilindungi, harus mendapatkan perhatian lebih terutama juga karena ancaman yang dihadapi cukup berat. Jika tidak ingin menyusul kepunahan species yang juga terjadi di Ciliwung, yang telah memakan korban punahnya 90% spesies ikan asli akibat rusaknya habitat, serangan ikan non-asli invasif, dan eksploitasi.
Upaya untuk melindungi Chitra chitra javanensis terkait langsung dengan restorasi sungai. Langkah yang telah diambil oleh para penggiat Komunitas Ciliwung dengan menjadikannya maskot Ciliwung menurutku sangatlah tepat. Maskot membuat sesuatu menjadi lebih menarik dan bertujuan. Orang akan lebih tertarik dengan suatu tujuan yang ‘nyentrik’ daripada tujuan mulia yang terkadang dinilai ‘basi’ dan terlalu mengawang-awang. Menyelamatkan Bulus Raksasa dari ancaman kepunahan menurutku lebih menarik daripada hanya slogan membersihkan sungai untuk kebaikan bersama. Meskipun pada prakteknya, penyelamatan habitat bulus akan sama artinya dengan restorasi sungai itu sendiri. Seperti orang berjualan, diperlukan branding yang kuat, begitu pula dengan restorasi sungai.
Belajar dari Pacific North West, pantai barat Amerika yang saat ini juga banyak melakukan proyek restorasi sungai, Salmon adalah maskot utama. Perlindungan habitat Salmon telah membawa efek yang kuat terhadap upaya perbaikan kualitas sungai dari hilir sampai hulu, mulai dari program penghijauan daerah riparian hingga proyek besar perobohan dam/bendungan yang nilai dalam dolarnya sangat spektakuler. Salmon telah berhasil menjelma menjadi ikon sungai sehat di sini. Jika Salmon bisa, Chitra chitra javanensis juga bisa kan?
Penemuan bulus raksasa C. chitra javanensis di Sungai Ciliwung menjadi bagian penting dalam upaya restorasi sungai Ciliwung yang dimotori terutama oleh jejaring Komunitas Ciliwung yang kemudian menetapkan tanggal 11 November yang bertepatan dengan penemuan bulus sebagai Hari Ciliwung. Lalu, setelah 3 tahun sejak November 2011, bagaimana perkembangan restorasi Ciliwung dan bagaimana juga nasib bulus raksasa ini?
Saat aku menulis catatan singkat ini, aku belum banyak menemukan perkembangan berarti terkait riset ilmiah tentang Chitra chitra javanensis yang juga oleh masyarakat lokal disebut Senggawangan. Setelah mencoba berselancar di dunia maya dengan kata kunci ‘Chitra chitra javanensis’, ‘senggawangan’, dan lain-lain yang sekiranya terkait dengan isu bulus raksasa, namun hasilnya tidak terlalu banyak. Menurutku sudah sewajarnya jika hewan langka bahkan dilindungi, harus mendapatkan perhatian lebih terutama juga karena ancaman yang dihadapi cukup berat. Jika tidak ingin menyusul kepunahan species yang juga terjadi di Ciliwung, yang telah memakan korban punahnya 90% spesies ikan asli akibat rusaknya habitat, serangan ikan non-asli invasif, dan eksploitasi.
Upaya untuk melindungi Chitra chitra javanensis terkait langsung dengan restorasi sungai. Langkah yang telah diambil oleh para penggiat Komunitas Ciliwung dengan menjadikannya maskot Ciliwung menurutku sangatlah tepat. Maskot membuat sesuatu menjadi lebih menarik dan bertujuan. Orang akan lebih tertarik dengan suatu tujuan yang ‘nyentrik’ daripada tujuan mulia yang terkadang dinilai ‘basi’ dan terlalu mengawang-awang. Menyelamatkan Bulus Raksasa dari ancaman kepunahan menurutku lebih menarik daripada hanya slogan membersihkan sungai untuk kebaikan bersama. Meskipun pada prakteknya, penyelamatan habitat bulus akan sama artinya dengan restorasi sungai itu sendiri. Seperti orang berjualan, diperlukan branding yang kuat, begitu pula dengan restorasi sungai.
Belajar dari Pacific North West, pantai barat Amerika yang saat ini juga banyak melakukan proyek restorasi sungai, Salmon adalah maskot utama. Perlindungan habitat Salmon telah membawa efek yang kuat terhadap upaya perbaikan kualitas sungai dari hilir sampai hulu, mulai dari program penghijauan daerah riparian hingga proyek besar perobohan dam/bendungan yang nilai dalam dolarnya sangat spektakuler. Salmon telah berhasil menjelma menjadi ikon sungai sehat di sini. Jika Salmon bisa, Chitra chitra javanensis juga bisa kan?
Referensi:
McCord WP, Prtichard Peter CH.2002. A Review of The Softshell Turtles of
The Genus Chitra, With The Description of New Taxa From Myanmar and
Indonesia (Java). Centre for Herpetology, Madras Crocodile Bank Trust,
Hamadryad Vol. 27, No. 1, pp. 11 – 56. (link)
[IUCN] International Union for Conservation Nature.The IUCN Red List of Threatened Species: Chitra chitra. (link)
Berita:
0 comments:
Post a Comment