Salah satu
ilmu jualan yang penting adalah pemasaran. Dan salah satu hal yang penting
dalam pemasaran adalah teknik pengemasan. Percuma saja memiliki barang bagus
kalau tak terjual. Dan percuma juga menjual banyak tapi tak untung. Nah, di
sinilah seni berperan. Seni toh tak melulu tentang lukisan, patung, musik dan
literatur. Seni adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan kreativitas dan penciptaan
berbagai pilihan dan keputusan.
Kata kamus
sih begini, “Art is the expression or application of human creative skill and
imagination, typically in a visual form such as painting or sculpture,
producing works to be appreciated primarily for their beauty or emotional
power.” Nah, kenapa jualan termasuk seni juga? Silakan menjawab dengan ‘ber-seni’.
Di manakah letak keindahan jualan?
Sudah
menjadi pengetahuan umum kalo kemasan memegang peranan penting dalam penentuan
harga pasar. Coba bandingkan harga keripik singkong rumahan yang dibungkus plastik
bening tanpa label yang terkesan seadanya dengan sebungkus keripik singkong
Kus*ka? Meski yang belakangan biasanya isinya angin doang, tapi tetap saja
pembelinya banyak. Dengan jumlah yang sama tentu yang bermerk akan menjadi
lebih mahal dan orang tetap saja membelinya. Di sinilah letak kekuatan si ‘bungkus’
dan ‘merk’. Mereka berhasil menaikkan nilai barang bahkan berkali-kali lipat
dari awalnya. Kekuatan apakah itu?
Merk dan
kemasan adalah identitas produk. Untuk membeli sesuatu tentu kita butuh
informasi tentang barang yang akan dibeli. Ini sama saja dengan logika kita
berteman atau bahkan mencari pasangan. Emang mau berteman atau pacaran dengan
orang yang gak jelas asal-usulnya. Mungkin ada sih yang mau, tapi tentunya
tidak banyak. Sama saja barang, membeli barang tanpa label sama saja dengan
membeli bodongan, beli kucing dalam
karung, penuh dengan resiko. Jadi label bisa disamakan dengan KTP-nya si
barang. Orang kalau udah nunjukin KTP kan minimal kita tahu tuh orang siapa dan
darimana. Rasanya lebih aman kan. Beli barang juga begitu, lebih aman jika ada
informasinya.
Nah,
sekarang aku mau membagi cerita tentang kayu bakar. Lhoh kayu bakar? Yup yup
yup, kayu bakar sebagai salah satu hasil hutan. Kemarin aku berkesempatan
bertemu Neil Schroeder, ketua Oregon Wodland Cooperative, yaitu koperasi para
pemilik lahan kecil di Oregon, yang salah satu usahanya adalah penjualan kayu
bakar. Kayu bakar yang dijual tentunya berasal dari hutan milik para
anggotanya. Sekedar informasi, hutan-hutan milik yang dikelola masyarakat
terkadang disebut juga tree farm atau
pertanian pohon. Apa yang istimewa dari kayu bakar koperasi ini?
Karena dari
awal kita membahas kemasan dan label, maka yang istimewa dari kayu bakar ini
adalah dua hal itu. Kayu bakar yang dijual oleh koperasi ini kemasannya menarik
dan simple, mudah di bawa dan praktis. Bahkan anak kecilpun bisa mengangkutnya.
Coba lihat gambar di bawah ini.
Kemasan kayu bakar yang praktis dan bersih |
Selain itu
yang menarik dari kayu bakar ini adalah labelnya. Label muka berisi informasi
umum produk dan koperasi penghasilnya, serta kalimat-kalimat bernada kampanye
untuk meningkatkan ekonomi local dan mendukung pengelolaan berkelanjutan. Nah,
yang unik adalah tulisan di balik labelnya. Di sana terdapat tulisan tentang
asal-muasal si kayu bakar, dari tree farm manakah, siapa pemiliknya, dan dimana
letaknya. Ini seperti ajang berkenalan antara si pembeli dan penghasil kayu.
Label ini memberikan ruang kedekatan di antara produsen konsumen sehingga
tercipta hubungan emosional. Yah, menurutku sih si konsumen akan merasa lebih
baik karena tahu uang yang dia belanjakan akan lari kemana dan tahu bahwa dia
juga tidak menyumbang kerusakan alam. Dan konsumen di Oregon dan mungkin
Amerika memang menyukai hal-hal seperti ini, sehingga sertifikasi menjadi
sangat penting juga. Jarang orang di sini yang mau membeli barang ‘bodongan’.
Label dan informasi produk yang menarik |
Kemasan yang
praktis, label yang menarik, serta pelayanan yang baik ternyata membuat harga
kayu bakar produksi koperasi ini meningkat bahkan mencapai 3 kali lipat.
Konsumen berani membayar lebih untuk itu bahkan katanya pesanan juga terus datang.
Konsumen tenang, produsen pun juga senang karena rejekinya bisa lebih banyak.
Yang seperti
ini sepertinya perlu dicontoh oleh para pedagang. Semakin lama konsumen semakin
pintar, mereka punya hak memilih dan pilihan mereka tidak semata-mata
didasarkan pada kuantitas dan harga. Konsumen juga butuh kepastian, ketenangan,
dan rasa menjadi orang baik. Tidak hanya
produsen yang dapat belajar, tapi konsumen juga perlu belajar bagaimana menjadi
konsumen yang baik.
Ah, aku jadi
kepikiran untuk jualan. Tapi, jualan apa ya?
Mikir,….
0 comments:
Post a Comment